Saturday, September 21, 2013

Kehilangan Sahabat

Andai saja aku tahu suratan Tuhan tentang hidup, aku akan merancang berjuta persiapan untuk menghadapinya. Termasuk ketika aku harus menghadapi sebuah perpisahan dan kehilangan.

Namun suratan Tuhan adalah sebuah misteri, yang tak akan pernah bisa terbaca hati ataupun logika. Suratan-Nya akan selalu menjadi kejutan bagi setiap manusia di dunia.
Jika kehilangan yang harus dihadapi dikarenakan oleh perpisahan antara jarak dan waktu, mungkin masih ada kesempatan untuk dapat kembali bertemu. Namun ketika kehilangan karena terpisahkan oleh dunia yang berbeda, masihkah ada jalan untuk dapat kembali berjumpa?

Berjuta kata hanya bisa menggantung di dalam dada tanpa sempat terungkapkan. Satu permintaan maaf pun harus mengendap dalam sesal, tanpa bisa tersampaikan. Tak mungkin aku harus menyusulnya, jika waktuku belum tiba.

Pertanyaan penuh sesal pun satu persatu datang menyesakkan jiwaku. Mengapa dulu aku mengabaikannya, demi membangun masa depanku? Mengapa dulu aku tak mengikatnya erat untuk tetap di sampingku? Mengapa dulu aku melepasnya dan membiarkan diriku bertemu dengan teman-teman yang baru?

Sesal tak akan pernah menampakkan wajahnya pada sebuah awal. Hadirnya baru akan terasa ketika semuanya telah hilang dan pergi. Namun sebuah penyesalan tak akan bisa mengembalikan segalanya yang telah hilang. Dia hanya akan hadir untuk menyiksa hati yang lemah dan tak mampu bertahan.

Mungkin di saat seperti ini, hanyalah Tuhan yang mampu menjadi perantara antara dua dunia yang telah berbeda. Melalui doa yang kupanjatkan di setiap sujudku, semoga sahabatku di sana selalu bahagia di sisi-Nya, di alam keabadian yang telah memisahkan aku dan dia untuk selamanya.

Dan aku, yang masih di sini, masih bernyawa dan bernafas, hanya bisa menatapnya melalui kenangan-kenangan yang pernah kupahat dalam ingatanku ketika aku dan dia masih tertawa dan menangis bersama.

Kehilangannya, salah satu sahabat terbaik dalam hidupku, semoga mampu mengajarkan sesuatu untukku agar bisa lebih menghargai setiap detik yang kupunya.

Ini CINTA (?).

Kemarin, ibu bilang ini cinta.
Oh, ternyata cinta yang membuat gadis empat belas tahun ini gundah berhari-hari, meriang tak karuan dan tertawa sendiri?
Cinta itu indah ya?
Dimana hati berdebar tak tentu arah, dan sel-sel di otak hanya meneriakkan sang penawan hati.
Cinta memang indah, hingga akhirnya hari itu datang.
Cintanya terisak.
Cinta terluka.
Gara-gara cinta, aku  mual-mual.
Gara-gara cinta, aku berbadan dua.
Dan gara-gara cinta, aku dan  ibu menangis meratapi nasib kami juga mahluk kecil di perutku yang kadang ingin kuremas hingga hancur.
Masa depanku mulai tak terarah, kelam, menunggu hingga memudar.
Ibu, kalau tahu begini akhirnya, aku  tidak  ingin jatuh cinta.
Ibu, aku bersumpah tidak akan  melakukan apapun  lagi dengan embel-embel cinta.
Karena sekarang aku tahu, itu bukan cinta, Bu.
Itu bukan cinta.

No comments:

Post a Comment