Friday, September 13, 2013

Metode penyampaian

Pengembangan dan penggunaan studi kasus

Pendahuluan

Studi kasus merupakan deskripsi mengenai suatu pengalaman dalam kehidupan nyata, berkaitan dengan bidang yang sedang dikaji atau dilatihkan, yang digunakan untuk menetapkan poin-poin penting, memunculkan masalah atau bahkan meningkatkan pemahaman dan pengalaman belajar dari para peserta. Pelaksanaannya biasanya mengikuti suatu skenario nyata, misalnya suatu masalah manajemen atau teknis, dari awal hingga akhir. Karena studi kasus memberikan contoh-contoh nyata mengenai masalah-masalah dan solusi-solusi, tantangan-tantangan dan strategi-strategi, studi kasus tersebut mendukung bahan-bahan yang lebih bersifat teoritis dan sering kali menjadikan 'pelajaran' tersebut lebih dapat diingat dan dipercayai bagi kelas.
Seperti yang dikemukakan Laura Millar dalam Writing Case Studies: A Manual (bagian dari bahan-bahan Managing Public Sector Records Training Programme yang dipublikasikan tahun 1999 oleh ICA dan IRMT), studi kasus sangat cocok dipergunakan dalam bidang manajemen arsip statis dan dinamis karena begitu banyaknya variasi lingkup program dari manajemen arsip statis dan dinamis dengan berbagai jenis organisasi serta perbedaan secara lokal, nasional dan regional. 

Bagaimana membuat dan menulis studi kasus

Tidak ada aturan yang pasti mengenai pembuatan studi kasus. Pilihan awal terhadap subyek akan tergantung pada kesanggupan untuk menemukan — seorang praktisi akan memiliki suatu pengalaman yang memberikan contoh yang baik mengenai suatu situasi yang mengilustrasikan sesuatu hal yang diinginkan pengajar untuk dipelajari oleh kelas. Studi kasus tentu saja, dalam detailnya dapat bersifat fiktif meskipun masih didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan seorang praktisi. Studi-studi kasus yang bersifat fiktif sangat cocok jika contoh yang nyata tidak cukup sempurna atau terdapat beberapa alasan dalam rangka menjaga kerahasiaan organisasi dan individu. Adalah dimungkinkan juga untuk menulis suatu studi kasus tunggal, misalnya mengenai pembuatan suatu rencana proyek, dengan menggabungkan contoh-contoh dokumentasi dan tindakan dari beberapa proyek yang berbeda pada berbagai organisasi.
Studi kasus dapat mencakup beberapa atau keseluruhan hal-hal berikut ini:
  • Pengaturan adegan (scene)
    • detail organisasi
    • deskripsi pemeran (pemain)
    • gambaran umum tantangan atau masalah tertentu
    • informasi tambahan yang diperlukan untuk memahami skenario tersebut
  • Sumber-sumber yang tersedia
  • Identifikasi kompleksitas dan masalah-masalah dalam lingkungan kerja yang mempengaruhi proyek tersebut
  • Pertimbangan yang harus diberikan dalam hal bagaimana masalah dipecahkan, meliputi
    • personil / stakeholder
    • tahap perencanaan
    • pilihan-pilihan yang dipertimbangkan
    • implementasi
    • hasil-hasil
  • Contoh-contoh dokumentasi, seperti rencana proyek, anggaran, memo, data yang dihimpun
  • Analisa proyek dan keberhasilan/kegagalannya
Tergantung pada bagaimana instruktur berniat untuk menggunakan studi kasus, ia boleh atau tidak perlu menyediakan solusi atau jawaban atas masalah-masalah yang diajukan.

Bagaimana studi kasus dapat digunakan untuk pendidikan dan pelatihan

Terdapat dua aspek untuk menggunakan studi kasus di dalam ruang kelas atau ruang pelatihan: bagaimana studi kasus dapat dipresentasikan kepada para peserta dan hasil-hasil pembelajaran apa yang diinginkan untuk para peserta. 

Hasil-hasil pembelajaran

Studi kasus adalah suatu pengantian penempatan peserta dalam suatu posisi  pekerjaan (workplace) jika kursus tidak memungkinkan hal tersebut dilakukan. Oleh karena itu, studi kasus sangat berguna dalam suatu kursus singkat. Studi kasus juga memberikan simulasi-simulasi realistis mengenai beberapa pengalaman kehidupan nyata yang dapat diharapkan para peserta saat mereka berlatih sendiri. Bagi peserta yang menjalankan on-the-job training, studi kasus dapat menawarkan pengalaman-pengalaman, pendekatan-pendekatan dan solusi-solusi yang akan memperluas pengetahuan dan keterampilan peserta yang bersangkutan.
Dengan cara membaca atau mendengarkan studi kasus dan memikirkan mengenai skenario dan solusi-solusi yang dimungkinkan, para peserta akan mengembangkan keterampilan-keterampilan yang mereka perlukan dalam mengejar karier mereka. Keterampilan yang diberikan mencakup:
  • mengidentifikasi masalah atau tantangan
  • memahami dan menginterpretasi data
  • menganalisa informasi
  • mengenali asumsi-asumsi dan menarik kesimpulan
  • berfikir secara analitis dan kritis
  • berlatih mengambil keputusan
  • menerima dan mempertahankan keputusan-keputusan
  • memahami hubungan-hubungan interpersonal
  • mengkomunikasikan ide-ide dan opini-opini

Presentasi dan penggunaan

Terdapat beragam cara untuk menggunakan studi kasus. Bagaimana studi kasus akan digunakan tergantung pada lama kursus tersebut berlangsung, subjek mater dan gaya penyampaian dari instruktur.
Dalam suatu pelatihan singkat, presentasi dari pembuat yang didukung sarana bantu visual, merupakan cara yang sangat baik dalam memberikan contoh-contoh praktis dari teori atau teknik- teknik yang sedang dibahas. Presentasi dapat diikuti dengan tanya-jawab untuk memberikan kelas suatu kesempatan mengklarifikasi dan meningkatkan pemahaman. Ini dapat bersifat bebas atau bersifat lebih terstruktur sedemikian rupa dimana presenter mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memfokuskan peserta pada aspek-aspek permasalahan tertentu yang muncul dalam kasus tersebut. Dalam suatu kursus yang lebih lama, dimungkinkan untuk menyuruh kelas membaca sendiri seluruh studi kasus sebelum berpartisipasi dalam diskusi.
Studi kasus dapat menjadi sangat efektif apabila digunakan secara komparasi. Dalam pendekatan ini, studi kasus dapat dipresentasikan ke kelas atau dibaca oleh kelas. Begitu semua telah paham dengan kasus tersebut, studi kasus dapat dilanjutkan dengan melakukan diskusi umum, melakukan diskusi yang difokuskan oleh instruktur, atau pemberian tugas kelompok atau lembar kerja yang telah disiapkan instruktur. Sekali lagi, obyek dari diskusi lanjutan atau tugas kelompok adalah untuk membantu para peserta memahami tantangan-tantangan yang terdapat didalam skenario dan memikirkan berbagai cara pendekatan dan pemecahannya.
Alternatif lain adalah dengan memberikan kelas hanya sebagian dari studi kasus dan meminta anggota kelas memerankan suatu skenario. Sebagai contoh, suatu rapat dimana arsiparis atau manajer arsip harus meyakinkan para stakeholder lain mengenai perlunya suatu tindakan atau provisi pendanaan. Para peserta harus diminta untuk mengungkapkan pandangan (fokus perhatian) individual dan sudut pandang dari beberapa pelaku utama. Variasi terhadap pendekatan ini adalah memberi penjelasan detail kepada kelas dan meminta mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan gambaran yang lengkap.
Studi kasus dapat menjadi dasar pemberian tugas-tugas perorangan atau kelompok. Peserta atau kelompok peserta diberi suatu studi kasus dan diminta untuk menulis suatu analisa dan rekomendasi-rekomendasi yang dianggap sesuai. Jika para peserta membutuhkan bantuan saat akan memulai, analisa SWOT sangat efektif — instruktur dapat memberikan suatu daftar pertanyaan diantara keempat elemen (Strengths/Kekuatan, Weaknesses/Kelemahan, Opportunities/Kesempatan, danThreats/Ancaman), atau para peserta dapat menggunakan suatu skema sebagai dasar bagi analisanya sendiri.
Dalam kursus-kursus pelatihan yang lebih lama, adalah sangat efektif untuk memerintahkan para peserta membuat studi kasusnya sendiri. Ini memungkinkan para peserta untuk menjalankan proses pembelajaran, mencoba-coba keterampilan-keterampilan yang baru diperoleh, mempelajari lebih mendalam serta mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari tersebut. Dari hasil penulisan kasus yang dilakukan sendiri, para peserta dapat:
  • menunjukkan bahwa mereka mampu mengaplikasikan teori pada situasi-situasi yang nyata
  • membuktikan mereka dapat mengidentifikasi masalah-masalah dan tantangan-tantangan
  • menunjukkan kemampuan mereka untuk mengkaji fakta-fakta, menilai hubungan-hubungan stakehoder dan menganalisa “big picture” (gambaran umum)
  • melatih keahlian analitis, strategis dan pemecahan masalah
  • menawarkan alternatif untuk menyelesaikan suatu tugas atau memecahkan suatu masalah

Bacaan lebih lanjut

Terdapat empat publikasi dalam seri Managing Public Sector Records Training Programme yang secara khusus relevan dengan pembuatan dan pengguna studi kasus dalam bidang manajemen arsip dinamis dan statis. Secara lengkap adalah sebagai berikut:
  • Writing Case Studies: A Manual, Laura Millar (ICA/IRMT, 1999)
    Terbitan yang tipis namun sangat bermanfaat ini memberikan saran-saran bagaimana menulis studi-studi kasus, hasil pembelajaran apa yang dapat diperoleh dari studi kasus dan bagaimana menggunakan studi-studi kasus secara efektif.
  • The Management of Public Sector Records: Case Studies, Volumes 1–3 (ICA/IRMT, 1999)
    Ini terdiri dari tiga volume yang berisikan 34 studi kasus yang ditulis oleh para praktisi dan pendidik dari seluruh dunia. Sebagian besar kasus memasukkan catatan-catatan untuk para instruktur mengenai bagaimana menggunakan studi-studi kasus tersebut.
Publikasi-publikasi ini tersedia dalam format Word atau Adobe Acrobat (PDF) pada Website IRMT,http://www.irmt.org/downloadlist/education.html.

STUDI KASUS PEMASARAN SOSIAL


Analisis pemasaran meliputi beberapa tahap. Tahap-tahap ini tidak selalu harus mencakup semua tahap tersebut, tetapi tergantung berbagai variabel dan faktor yang secara dominan mempengaruhi proses pemasaran. Ada beberapa analisis yang dapat di kategorikan dalam pemasaran sosial yaitu :
Lingkungan

1. Lingkungan
a. Lingkungan Makro :
1. Kondisi lingkungan masyarakat yang tidak bersih
2. Kondisi ekonomi masyarakat yang belum mapan
3. Keadaan pemukiman yang rawan banjir dan padat
4. Tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah
5. Tidak adanya jamban yang layak di tiap-tiap rumah
6. Tidak adanya sarana air bersih

  b.. Lingkungan Mikro :

1. Kurangnya peran serta masyarakat dalam upaya perbaikan lingkungan
2. Tidak adanya tokoh yang ada di masyarakat sebagai penggerak

  2. Perilaku Konsumen
a. Budaya masyarakat yang membuang sampah ke sungai
b. Kebiasaan penduduk untuk membuang kotoran ke selokan dan sungai
c. Penduduk tidak suka membuat jamban sehat
d. Kebiasaan anak-anak jajan di penjual yang tidak higienis
e. Kebiasaan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum makan
  3.Segmentasi

a. yyyy : Anak-anak/Balita

b. xxxx : Anak usia sekolah

c. kkkk : Remaja

d. zzzz : Orang dewasa


4. Target Pasar (targeting)

Hukum Pareto : ” memfokuskan pada 20 % dari pasar yang benar-benar kita kuasai, maka kita sudah memenuhi 80 % kebutuhan pasar ”

Dengan memperhatikan indikator keberhasilan pemilihan target pasar yaitu keberlanjutan, keterjangkauan, dan ketanggapan serta dapat diidentifikasi maka ditetapkan targetnya adalah anak usia sekolah. Karena target pasar anak usia sekolah ini dapat dijangkau dengan jelas, dapat diidentifikasi serta diukur besarnya dengan mudah.


5. Penempatan Produk (positioning)

Gerakan cuci tangan pakai sabun dan penyuluhan penggunaan oralit untuk diare.


6. Strategi

a. Mengajak Anak usia sekolah untuk membiasakan diri mencuci tangan dengan sabun dengan benar sebelum makan.
b. Mensosialisasikan penggunaan oralit yang benar kepada para ibu.

7. Taktik dan marketing mix

Dalam pemasaran terdapat empat prinsip dasar yang terdiri 4 P

• product (produk)

• price (harga)

• place (tempat)

• promotion (promosi)

Metode ini yang dikenal dengan Marketing Mix.

Dalam pemasaran sosial ada dua hal lain yang membuat berbeda, yaitu adanya partnership (kemitraan) dan policy (kebijakan). Pada prinsipnya, praktik pemasaran sosial tak ada artinya apabila kemitraan tidak dijadikan tujuan organisasi. Demikian pula tak ada artinya upaya mengubah perilaku melalui pemasaran sosial apabila tidak diikuti atau dilanjutkan dengan upaya mendorong tersusunnya sebuah kebijakan.

Dengan penjabaran sebagai berikut :

a. Produk

Kampanye cuci tangan pakai sabun dan sosialisasi penggunaan oralit yang benar

b. Price

Yang membeli produk adalah pihak sponsor (misalnya: perusahaan sabun, perusahaan farmasi) dan Dinas Kesehatan di wilayah kerjanya.

c. Place

Sekolah Dasar, Posyandu, Kegiatan PKK

d. Promotion

Melalui media cetak berupa leaflet, brosur dan poster serta media audio berupa radio,dan majalah tentang kesehatan.

e. Partnership

Bermitra dengan pihak sekolah (Departeman Pendidikan, Departemen Agama), Instansi setempat (misalnya: kelurahan, kecamatan) dan Dinas Kesehatan.

f. Policy

Kebijakan merupakan hal yang memperkuat produk. Berupa kebijakan antara lain :
a. Sekolah untuk mewajibkan anak didiknya untuk membeli jajanan yang hiegienis dan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.

b. Pihak sekolah meminta komite sekolah menganggarkan dana untuk pembuatan saran/tempat cuci tangan di sekolah.

c. Kebijakan kelurahan maupun kecamatan untuk menginstruksikan ketua PKK untuk memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penggunaan oralit di dalam kegiatannya.

8. Organisasi dan pelaksanaan

Organisasi adalah sebagai penggorganisasi program. Pelaksanaannya dengan memberdayakan masyarakat dengan didukung oleh sponsor produk.
Jadi yang menjadi organisasi pendukung disini adalah puskesmas setempat bekerja sama dengan dinas kesehatan setempat

Pelaksaanaannya adalah :

Langkah yang ditempuh agar produk dapat berhasil dengan cara memperkuat jaringan sponsor yang akan dijadikan pathner, menyelesaikan birokrasi program guna memuluskan produk serta mengadakan pendekatan kepada pathner dan sasaran target baik secara informal maupun formal.

9. Pengendalian

Pengendalian adalah proses melihat apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan perencanaan. Monitoring harus dilakukan oleh pembuat produk dan juga pelaksanaan evaluasi baik evaluasi sumatif dan formatif.

No comments:

Post a Comment